Peperangan di Timur Tengah, khususnya Suriah, Irak dan Yaman memiliki tali temali yang cukup rumit, melibatkan tipu daya antara kelompok dengan sejumlah negara terkait. ISIS bukanlah kelompok yang baru lahir.
Awalnya, Jabhat Al-Nusra itu cabang Al-Qaeda. ISIS juga dulu cabang Al-Qaeda. Dulu ISIS saat perang Irak hanya bernama Islamic State of Iraq tapi pimpinannya Al-Baghdadi juga mau pegang Suriah, akhirnya dia suruh komandannya yang paling berpengalaman Abu Mohammad Al-Julani buka cabang di Suriah, namanya Jabhat Al-Nusra.
Begitu sukses berpengaruh di Suriah, Baghdadi memproklamirkan dan mengubah nama Islamic State of Iraq menjadi Islamic State of Iraq and Syria, tapi pimpinan Al-Nusra tidak setuju, lalu mereka berdua lapor ke Al-Qaeda. Namun Al-Qaeda juga tidak setuju Al-Nusra digabung dengan ISIS, Baghdadi tidak terima akhirnya balik menyerang dan mempengaruhi anggota Al-Nusra supaya pindah ke ISIS dengan cara-cara kejam. Akhirnya Al-Qaeda memutuskan hubungan dengan ISIS.
Di Suriah ada banyak grup Milisi melawan Bashar Al Ashad, dua yang paling berpengaruh adalah Jabhat Al-Nusra dan FSA (Free Syrian Army). Semuanya merupakan bentukan dari negara-negara Timur Tengah terutama Arab Saudi karena Bashar itu Syiah, dan negara-negara Syiah (Suriah, Irak, Iran) sudah tanda tangan kerjasama bangun jalur pipa migas ke Lebanon tahun 2011, satu tahun sebelum pemberontakan terjadi di 2012 supaya Iran bisa jual migasnya ke pasar Eropa.
Kalau Suriah stabil, rencana itu bisa sukses dan jadi saingan bisnis Saudi maupun negara lainnya, Amerika ikut mempersenjatai grup Free Syrian Army untuk menurunkan Bashar karena dianggap diktator, ditambah lagi musuh bebuyutan Amerika yaitu Rusia ikut membacking presiden Bashar Al-Assad, bisa dilihat dari peralatan perang yang digunakan mulai dari MBT (Main Battle Tank) T-72 dan IFV (Infantry Fighting Vehicle) BMP-2 milik Rusia yang digunakan tentara Suriah, tapi Amerika tidak pernah turun langsung.
Perang saudara di Suriah sekarang sudah tidak bisa dibilang perang saudara lagi, karena faktanya para “pejuang” yang melawan Bashar sudah bukan lagi penduduk Suriah, tapi impor dari negara-negara lain, seperti yang ada di berita ini, terutama dari negara-negara di Timur Tengah, khususnya dari Saudi dan Mesir. Mereka dibiayai lalu dilatih di Turki dan diselundupkan ke Suriah oleh Turki, begitu juga anggota cikal bakal ISIS.
Sekarang beberapa grup Milisi di Suriah juga ikut memerangi ISIS walaupun mereka sedang memerangi Bashar, namun ada juga yang justru bergabung dengan ISIS. Bashar sendiri pun sekarang harus melawan ISIS disamping harus melawan pemberontak. Kondisinya kacau. Yang sengsara justru rakyat Suriah, padahal dulu negara ini paling akur walau ada banyak agama.
Dulu saat perang melawan komunis Rusia, Amerika membentuk, melatih dan mempersenjatai grup Mujahideen di Pakistan dan Afghanistan untuk melawan Rusia. Setelah menang, Amerika meninggalkan peralatan perang mereka untuk para pejuang Mujahideen tersebut, sama seperti mereka meninggalkan peralatan perang mereka di Irak untuk tentara Irak. Amerika lupa orang-orang tersebut fanatik dan itulah cikal bakal Al-Qaeda, mereka mencegah komunisme namun melupakan fanatisme.
Al-Qaeda sendiri produk Saudi dan negara-negara Sunni, yang digunakan untuk melawan negara yang bertentangan dengan Saudi serta pengikutnya (UEA, Qatar, Bahrain, Yordania dan lainnya) entah masalah politik, bisnis, wilayah maupun agama atau etnis tertentu. Namun akhirnya membelot dan mencoba berdiri sendiri, sama seperti ISIS yg membelot dari Al-Qaeda. Osama bin Laden sendiri adalah milyarder dari Saudi.
Jadi ISIS itu sebenarnya bentukan negara Sunni untuk menggulingkan Bashar dan menekan pengaruh Syiah di Iran semenjak Sadam Hussein lengser, namun akhirnya bertingkah di luar kendali, alias produk gagal yang kebablasan. Apapun namanya grup ini tujuannya hampir sama, tidak beda jauh, sama kayak Boko Haram, semuanya fanatik, semuanya radikal.
Mengapa ISIS muncul pertama kali di Irak? Karena semenjak Amerika menggulingkan kediktatoran Sadam Hussein yang Sunni, rakyat Irak yang mayoritas Syiah mulai berkuasa dan membatasi pengaruh Sunni terutama dalam pemerintahan. Sebelumnya Sadam Hussein sering menindas dan membantai kaum Syiah, itulah yang membuat dia dicap diktator. Karenanya saat Amerika sukses menggulingkan Sadam banyak rakyat Irak Syiah yang senang.
Sayangnya Amerika terlalu cepat pergi dari Irak, sebelum pergi Amerika seharusnya memantapkan pemerintahan dan militer di Irak agar saat ditinggal tidak justru jadi sasaran empuk penjajah, namun Amerika terlalu terburu-buru angkat kaki karena rakyat Amerika sendiri banyak yang tidak setuju Amerika tetap di irak.
Di saat Irak masih lemah karena baru ditinggal Amerika, ISIS memanfaatkan momentum ini untuk menguasai Irak, kaum Sunni yang merupakan minoritas di Irak juga mensupport ISIS karena merasa ditindas dan khawatir jika pemerintahan dikuasai Syiah yang mayoritas.
Mengapa ISIS tidak pernah menyerang dan invasi ke negara-negara Sunni yang berbatasan dengan Irak dan Suriah seperti Yordania, Turki dan Saudi? Aneh kan? Malah justru Iran (Syiah) yang merasa terancam dan akhirnya ikut turun tangan membantu Irak melawan ISIS. Sekarang malah justru negara-negara Sunni khawatir jika Iran menang melawan ISIS di Irak maka Iran akan punya kekuasaan lebih dan tentu rencananya untuk membangun jalur pipa migas akan lebih mudah terealisasikan, langkah selanjutnya tinggal mengusir para pemberontak dari Suriah, makanya Saudi langsung menyerang pemberontak Houti (Syiah) milik Iran di Yaman karena merasa Iran mulai menjadi ancaman, jika Yaman juga dikuasai bisa jadi masalah buat keamanan dan ekonomi mereka.
Apalagi Iran punya Nuklir, seandainya nuklir tersebut bukan digunakan untuk senjata dan benar hanya akan digunakan untuk membuat pembangkit listrik, itu tetap akan jadi masalah, karena PLTN tersebut pasti akan digunakan untuk memompa migas dari Iran ke Lebanon nantinya jika jaringan pipanya sudah rampung.
Jadi ini sebenarnya masalah politik, wilayah kekuasaan dan ekonomi (migas) di antara negara-negara Timur Tengah, cuma supaya makin seru dan rakyat banyak yang setuju membabi buta. maka diberi embel-embel agama, jihad, dan lain-lain. Supaya mereka bisa dapat relawan gratis buat jadi tentara mereka yang siap disuruh bom bunuh diri dan sebagainya. Apalagi memang di Islam ada ayat yang mudah disalahgunakan oleh negara-negara di Timur Tengah hanya untuk kepentingan pribadi. Jadi buat apa ikut bergabung ke negara-negara tersebut? Memangnya nanti jika kalian mati negara-negara tersebut akan menanggung biaya hidup anak istri kalian? Apa mereka akan membuat monumen untuk kalian atau memberi penghargaan buat kalian?
Negara pencipta ISIS seperti Saudi, Qatar, Turki dan lainnya bisa cuci tangan dan pura-pura bego sementara kalian mati buat mereka, tanpa mereka harus mengirimkan militer. Mereka menciptakan ISIS dan kawan kawan supaya mereka tidak ketahuan sedang menjajah tetangga sendiri. Kalian pikir mengapa Turki agak angin-anginan untuk melawan ISIS padahal sudah sampai di perbatasan mereka? Pertama karena Turki sendiri yang dulu melatih dan mengirim mereka ke perbatasan Suriah. Kedua, Turki menikmati migas ilegal hasil jarahan ISIS di Irak dan Suriah yang dijual oleh ISIS ke Turki dengan harga murah. ISIS pun sudah sampai ke perbatasan di Kobani tapi tidak pernah mencoba masuk menyerang ke Turki, aneh kan?
Kenapa negara-negara Sunni tetangga Irak dan Suriah seperti Yordania, Saudi dan UEA tidak pernah mengirim tentara untuk melawan ISIS dan hanya mengirimkan pesawat tempur? Seakan mereka tidak niat serius untuk melawan ISIS, padahal mereka tahu bahaya dah kekejaman ISIS. Karena di satu sisi mereka diuntungkan oleh ISIS karena ISIS lebih banyak membantai Syiah walaupun ada juga Sunni yang dibantai karena melawan maupun tak setuju dengan ideologi mereka. ISIS juga dianggap membantu dalam menciptakan ketidakstabilan di Irak dan Suriah serta membantu meruntuhkan Bashar, mungkin jika Bashar runtuh baru mereka merasa perlu melenyapkan ISIS karena sudah dianggap tidak berguna, walaupun sebenarnya ISIS itu adalah produk mereka yang lepas kendali namun selama tindakan mereka menguntungkan lebih baik mereka diam dulu sambil melihat perkembangan.
Intinya “The Enemy of My Enemy is My Friend”, “Musuh dari Musuh saya adalah Teman saya”. Namun sementara ini agar tidak terlihat cuek dan jelek di mata dunia maka negara-negara Arab ini mencoba membantu sekedarnya. Berbeda jauh dengan Iran yang justru mengirimkan 25.000 tentaranya demi membantu Irak.
Saudi dan kawan kawan juga tidak bisa berbuat apa untuk mencegah Iran walaupun sebenarnya Iran itu merusak rencana Saudi dan kawan kawan jika ternyata Iran sukses menghancurkan ISIS, karena itu akan membantu rezim Bashar dan juga Iran bisa menguasai Irak. Jika mereka terang-terangan melawan Iran sekarang pasti akan terlihat buruk di mata dunia. Sedangkan pemberontak Houti milik Iran yang sekarang ada di Yemen, justru langsung digempur habis-habisan oleh Saudi ini terbukti dari jumlah tentara yang dikirim oleh Saudi dan koalisinya, mereka bukan sekedar mengirimkan jet tempur seperti saat mereka menghadapi ISIS.
Jangan asal percaya dengan apa yang kalian dengar, jangan hanya ambil kesimpulan hanya dari satu nara sumber, sekarang era internet, asal bisa bahasa Inggris sebenarnya banyak informasi di luar sana yang membahas, tinggal kita pilah lagi mana yg sekiranya benar dan mana yang sekiranya dibuat-buat.
Ini kesimpulan singkat dari hasil riset saya selama beberapa bulan ini. Sekarang banyak media independen yang juga berusaha mengungkap fakta yang sesungguhnya dan tidak fanatik membela pihak tertentu, mereka mempertaruhkan nyawa mereka demi mengungkapkan kebenaran. Karena dari pengalaman saya, media pasti berpihak pada pemerintah setempat, jadi media yang berasal dari Timur Tengah sendiri juga tidak jarang memutar balik fakta.
No comments:
Post a Comment